PENDIDIKAN - Bayangkan kembali ke 28 Oktober 1928, hari di mana para pemuda kita berkumpul—bukan untuk berswafoto atau livestream—melainkan untuk satu tujuan besar: bersumpah demi masa depan bangsa. Bukan hanya sekadar janji-janji manis, tapi sumpah yang masih relevan dan menginspirasi hingga hari ini. Coba kita lihat, bagaimana sebenarnya sumpah ini bisa diterjemahkan dalam aksi yang lebih “kekinian” dan berbobot.
Mencintai Bahasa: Bukan Cuma Ngobrol, Tapi Ngebawa Bahasa Indonesia Mendunia!
Kalau zaman dulu para pemuda berkumpul dan bersumpah menggunakan bahasa persatuan, bahasa Indonesia, mungkin sekarang waktunya kita menjaga dan memajukannya di era globalisasi. Jadi, daripada cuma pakai bahasa Indonesia di medsos dengan kata-kata yang dipotong seenaknya, kenapa nggak bawa bahasa kita ke pentas dunia? Kamu yang jago linguistik, penerjemah, atau punya bakat jadi influencer internasional, bisa ikut mempopulerkan bahasa Indonesia. Bayangkan, karya sastra Indonesia diterjemahkan ke berbagai bahasa, atau jurnal ilmiah Indonesia terbit di luar negeri. Setiap kata yang kita sebarkan bisa jadi langkah kecil membawa nama Indonesia terbang lebih tinggi.
Mencintai Bangsa: Bukan Sekadar Nyanyi "Aku Bangga Jadi Anak Indonesia"!
Cinta bangsa itu bukan cuma bendera merah putih di profil medsos, Sobat. Cinta bangsa berarti menguatkan identitas kita, mengenalkan budaya, dan menolak lupa akan sejarah. Buat kamu yang bergerak di bidang seni atau budaya, kamu bisa jadi garda terdepan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya Indonesia. Ini juga berarti bangga dengan produk lokal. Coba deh, beli produk UMKM atau ajak teman-teman buat pakai barang-barang buatan Indonesia. Kalau kita saja nggak cinta produk kita, siapa lagi?
Mencintai Tanah Air: Aksi Nyata Sesuai Keahlian, Bukan Cuma Gaya-Gayaan
Nah, mencintai tanah air itu bisa lebih dari sekadar posting foto liburan di pantai atau gunung dengan caption "Proud to be Indonesian." Ayo, kita pakai keahlian kita untuk membangun negeri ini. Buat yang berkecimpung di pertanian, kenapa nggak coba inovasi yang bisa mendukung ketahanan pangan? Yang ahli teknologi, yuk bantu kembangkan infrastruktur digital untuk pelayanan publik yang lebih canggih. Bagi dokter muda, bisa kasih layanan kesehatan bagi masyarakat desa. Ada banyak cara untuk cinta tanah air sesuai bidang kita masing-masing!
Baca juga:
Pondok Tinggi Bersama Ahmadi Zubir
|
Sumpah Pemuda 2.0: Saatnya Kita yang Beraksi!
Sumpah Pemuda ini bukan sekadar nostalgia sejarah, tapi panggilan bagi kita semua untuk ikut ambil bagian, masing-masing dengan cara kita sendiri. Daripada cuma sekadar mengenang, kenapa nggak buktikan cinta kita pada bahasa, bangsa, dan tanah air dengan aksi nyata? Sumpah Pemuda bukan soal siapa yang teriak paling keras, tapi siapa yang berbuat paling tulus untuk Indonesia.
Jakarta, 28 Oktober 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi